Diposkan pada Dream life, Empowering

Inkonsisten, have you fix it? #dreamlife 4

Hi, lama sudah tidak jumpa. Lama tidak bersua dan saling berkunjung ria seperti biasanya.

Banyak pekerjaan. Tugas menumpuk. Lelah mendera. Semua adalah cobaan yang sudah cukup membuat orang berpikir lagi untuk menjalani to-do listnya.

Sekarang, aku ingin bicara tentang sebuah penyakit yang sering menginfeksi hampir setiap orang. Penyakit ini adalah jenis penyakit yang mampu membuat orang yang ingin diet, gagal diet. Mampu membuat penulis yang sudah mulai menulis, berhenti. Dia adalah jenis penyakit yang membuat orang banyak terjatuh pada lubang yang sama, pada hal yang sama, pada kegagalan yang sama, dan tak pernah mencapai sukses karena selalu gagal mencapai goals.

Dia adalah tidak lain dan tidak bukan : INKONSISTEN.

Menjadi konsisten adalah sebuah tantangan. Menulis seperti jadwal yang sudah ditentukan di blog adalah perjuangan berat. Menjalaninya berbarengan dengan kegiatan lain juga merupakan kegiatan yang sangat menguras tenaga dan pikiran.

Baca juga : Organize Your Mindset

Kenapa belum kurus juga? Karena TIDAK KONSISTEN diet.

Kenapa belum berhasil juga menjadi penulis atau sekedar menerbitkan buku? Karena TIDAK KONSISTEN menulis.

Kenapa belum bisa ini dan itu? Karena TIDAK KONSISTEN, tentu saja.

Beberapa waktu ini, aku juga sempat dihujami rasa tidak konsisten. Aku tidak tahu bagaimana penyakit itu bersarang di hidupku, tapi aku mulai melupakan jadwal update blogku seperti biasanya. Aku terkecoh dengan hal lain. Huh. Menyebalkan. Karena itu, aku berusaha mencari cara untuk mengenyahkan penyakit itu dari diriku dan mulai melakukan jawal to-do listku lagi.

Yang kulakukan adalah :

1. Mencari tempat tenang yang bisa aku jadikan tempat istirahat selama beberapa saat. Aku melakukan semacam meditasi di sana sampai pikiranku yang kusut menjadi tenang.

2. Pastikan pikiran sudah tenang dan tidak gelisah atau khawatir dengan hal lain. Kalau belum juga tenang, lakukan semacam meditasi lagi atau cukup dengan inhale-exhale sampai beberapa menit (pikiran kusut susah diajak berkompromi).

3. Aku memikirkan ulang semua goals tahunan, bulanan, mingguan dan juga to-do listku. Seberapa pentingkah mereka? Pantaskah mereka kulupakan? Katanya, aku ingin mencapai mimpi yang telah kubuat, iya kah? Lalu apakah mengabaikan semua hal itu baik untukku?

Aku mengatur ulang MINDSET ku bahwa aku bisa mencapai semuanya dan harus mencapai semuanya. Lelah dan sibuk hanyalah hal biasa yang memang sudah pasti ada. Yang harus kulakukan adalah menjalaninya dengan baik dan melewatinya dengan sukses.

4. Setelah aku berhasil meyakinkan diri. Aku kembali melakukan meditasi selama beberapa menit dan menghirup udara sebanyak yang kubisa.

5. Aku juga mengatakan pada diriku bahwa aku TIDAK BOLEH TERTEKAN. Aku harus menjalani semua jadwal itu dengan perasaan nyaman dan bahagia.

Karena hasil yang didapatkan dari perasaan tertekan sangatlah berbeda dengan hasil yang didapatkan dari perasaan bahagia.

6. Aku menjalaninya dengan perasaan dan mindset yang baru.

Note : setelah aku melakukan itu, ada banyak yang ingin kukerjakan dan kususun ulang. Apakah itu tugas kampus, blog, atau hal lain yang harus kupenuhi.

Sekarang, aku mencoba untuk terus melakukan semua to-do listku tanpa ketinggalan. Aku mencoba untuk konsisten dan tetap yakin dalam goals yang ingin ku capai.

Selamat mencoba~~
Naf♡

Diposkan pada Dream life, Empowering

Organize Your Mindset- Dream life#3

Halo teman-teman. Ini Naf 😎

Goals yang mau dicapai sudah ada. Semuanya sudah tersusun secara jelas seperti ini. Tapi masalah muncul karena pikiran mulai dirasuki oleh perasaan “duh, ini tidak mungkin terjadi,” atau “sepertinya ini semua sangat mustahil untuk dilakukan.”

Apakah kamu merasa ingin menyerah dan kembali ke rutinitas tidak mau melakukan apa-apa, dan menunggu mimpi itu terwujud dengan sendirinya?

Iyakah? Kalau begitu selamat. Kamu adalah salah satu orang yang sudah mengatur midset “gagal” dalam pikiranmu sendiri.

Kenapa mindset?

Karena tindakan itu bermula dari pola pikir. Bermula dari prinsip dan keyakinan hati. Tidak ada yang akan terjadi, jika prinsip dan hati bekerjasama mengatakan tidak. Kenapa? Karena ketika itu terjadi, tubuh juga tidak akan menerima rangsangan pergerakan apa-apa.

Jika kamu berpikir bahwa kamu akan gagal dalam mencapai goals kamu atau melaksanakan to-do list kamu, maka kamu sudah membentuk mindset yang berpola pikir negatif. Sesuatu yang bermula dari hal negatif, juga akan berakhir negatif.

Lalu tindakan apa yang sebaiknya dilakukan? Agar hati dan prinsip bekerja sama untuk berjuang mencapai goals?

Ubah mindset menjadi pola pikir positif. Aku sering mempraktekkan ini. Ketika aku berpikir bahwa aku tidak bisa berpidato di depan orang saat acara pertunjukan, maka aku memang tidak akan bisa. Aku akan gugup dan menjadi demam panggung tanpa sebab. Tapi ketika aku menerapkan pola pikir positif bahwa aku bisa. Aku sukses melakukannya.

Intinya adalah pikiranku yang positif.

Ketika aku berpikir semua jadwal to-do listku terlalu banyak dan merepotkan. Maka aku akan melupakan beberapa hal yang seharusnya kulakukan, atau aku malah akan dihinggapi rasa malas yang menyebalkan.

Fredrickson adalah seorang peneliti psikologi positif di University of North Carolina dan dia menerbitkan sebuah makalah tentang pengaruh pikiran positif.

Fredrickson menguji dampak emosi positif pada otak dengan menyiapkan sedikit percobaan. Selama percobaan ini, dia membagi subjek penelitiannya menjadi 5 kelompok dan menunjukkan masing-masing kelompok klip film yang berbeda.

Dua kelompok pertama ditampilkan klip yang menciptakan emosi positif. Kelompok 1 melihat gambar yang menciptakan perasaan gembira. Grup 2 melihat gambar yang menciptakan perasaan puas.

Kelompok 3 adalah kelompok kontrol. Mereka melihat gambar yang netral dan tidak menghasilkan emosi yang signifikan.

Dua kelompok terakhir ditunjukkan klip yang menciptakan emosi negatif. Grup 4 melihat gambar yang menciptakan perasaan takut. Kelompok 5 melihat gambar yang menciptakan perasaan marah.

Setelah itu, setiap peserta diminta untuk membayangkan diri mereka dalam situasi di mana perasaan yang sama akan muncul dan menuliskan apa yang akan mereka lakukan. Setiap peserta diberi selembar kertas dengan 20 baris kosong yang dimulai dengan kalimat, “Saya ingin …”

Para peserta yang melihat gambar-gambar ketakutan dan amarah menuliskan tanggapan yang paling sedikit. Sementara itu, para peserta yang melihat gambar kegembiraan dan kepuasan, mencatat jumlah tindakan yang lebih tinggi yang akan mereka ambil, bahkan jika dibandingkan dengan kelompok netral.

Nah, ketika mindset berpikir positif dan pastinya akan bempengaruh pada otak. Contohnya, aku suka menulis, ketika aku berpikir bahwa aku bisa menulis dengan hebat sehingga aku selalu berusaha menulis setiap harinya -tentu ini akan secara perlahan mengembangkan skill ku dalam menulis.

Sedangkan, jika aku berpikir aku tidak bisa, aku tidak akan pernah mulai menulis, sehingga skill ku akan tetap sama.

Fredrickson menyebut ini sebagai teori “memperluas dan membangun” karena emosi positif memperluas rasa kemungkinan dan membuka pikiran kamu, yang pada gilirannya memungkinkan kamu untuk membangun keterampilan dan sumber daya baru yang dapat memberikan nilai di bidang lain dalam hidup.*

Aku sering melakukan latihan ini ketika aku merasa ragu dengan goals yang ingin kucapai dan merasa tidak mungkin mencapainya.

Ayo latihan!

1. Tanyakan hal apa yang sebenarnya kamu mau, dan apakah kamu benar-benar harus mencapainya?

2. Apakah kamu sering mendengarkan kata hati kamu dan mengabaikan pikiran-pikiran lain yang merasukimu? Apakah kamu mampu jujur dengan dirimu sendiri tentang goals yang ingin kamu capai?

3. Apa yang selalu membuatmu terinspirasi dan selalu keep in touch dengan hal-hal itu?

4. Apa yang akan terjadi jika kamu menyerah? Akankah semua waktumu terbuang sia-sia? Apa yang lebih baik kamu lakukan?

5. Tulis semua hal yang kamu syukuri dan telah kamu gapai.

6. Hal-hal apa yang bisa membuatmu bersemangat dan semakin positif dalam mencapai mimpi-mimpi kamu?

Tuliskan semua jawaban dengan jujur. Jangan berbohong termasuk pada dirimu sendiri.

Aku biasanya menulis semua yang terpikir dalam pikiranku dan menulisnya tanpa menyaring sedikitpun. Ada lebihnya aku jujur pada diriku agar aku bisa leluasa dalam mengatur mindsetku.

Maka atur dulu mindset kamu agar goals mu menjadi jelas dan tercapai. Pikiran adalah penggerak. Jika kamu digerakkan oleh mindset “it’s possible” maka semuanya akan mungkin. Tapi jika kamu digerakkan oleh mindset “it’s impossible” maka jangan harap hal itu akan menjadi nyata.

Sukses itu dibentuk, bukan datang dengan sendirinya.

 

Keep inspiring~~

~Naf.

*Sumber : https://jamesclear.com/positive-thinking

Diposkan pada Dream life, Empowering

Let’s Plan Your Goals

Hi guys. Ini Naf. 😎

“It’s not simple as you think. But, we can make it better.”

Sudah punya mimpi? Sudah punya goals yang mau dicapai dalam hidup? Atau jika sudah punya, tapi belum ada perkembangan apa-apa?

Tenang. Sekarang saatnya membuat semua goals itu menjadi jelas dan nyata.

Baca juga : One of Important Question You Should Ask Yourself

Karena yang dibutuhkan, bukan hanya mempunyai rencana setinggi gunung rinjani, tapi juga langkah yang nyata dalam menggapainya.

Jika ada yang bilang, cukuplah mengingat saja. Tidak. Paling-paling, bukannya diingat, dia malah akan terlunta-lunta. Terlupakan.

Aku juga pernah seperti itu. Merasa diriku bisa hanya dengan mengingatnya saja, tapi itu sama sekali tidak berhasil. Lama-lama, aku malah kehilangan motivasi dan lupa pada goals itu.

Menyedihkan memang. Hingga akhirnya aku mempraktikkan cara seperti ini. Aku merasa ada yang kulakukan setiap harinya, dan itu membuat mimpiku terasa lebih dekat.

Karena itu, ini adalah latihan yang akan membuat goals mu tertata dengan jelas.

Maka sekarang :

1. Lakukan ini ketika pikiran kamu tenang dan lebih baiknya jika sedang tidak stress.

2. Ambil kertas dan pulpen.

3. Tarik napas dalam-dalam selama 5 menit.

4. Tuliskan semua goals kamu. Tanpa terkecuali. Tuliskan hal-hal yang ingin kamu capai dan miliki dalam hidup. Jangan sungkan. Tuliskan saja.

5. Masukkan dia ke dalam daftar “Yearly Goals”.

6. Jika sudah, tuliskan “Monthly Goals”. Ibaratnya, kamu akan menyicil mimpi-mimpi itu dan memasukkannya di daftar bulanan. Hal yang akan kamu capai setiap bulannya sebelum mencapai mimpi tahunanmu.

7. Tuliskan “Weekly Goals”. Sesuatu yang akan tercapai di setiap minggunya. Untuk membantumu mencapai mimpi tahunan dan bulananmu.

8. Buatlah to-do list. Yaitu hal-hal yang akan kamu lakukan setiap harinya untuk mencapai semua goals tadi.

Ibaratnya, kamu ingin membuat sebuah bangunan. Maka kamu butuh bahan-bahan dasar terlebih dahulu. Pasir, semen adalah to-do list yang akan kamu lakukan setiap hari.

Sudahkah?

9. Sekarang, berjanjilah pada diri sendiri, bahwa kamu akan melaksanakan apa yang telah kanu tulis.

Untuk menjadi berhasil semua butuh perencanaan. Kesuksesan itu dibentuk, bukan ditunggu.

10. Letakkan pulpen. Tarik napas dalam-dalam. Tersenyumlah.

Itu adalah awal untuk memulai mimpi-mimpi kamu. Jika ingin mencapainya maka kamu harus berkorban untuk memperjuangkannya.

Lupa, atau belum terbiasa dengan jadwal tidak apa-apa. Mengawali memang sulit. Keinginan kuatlah yang akan mewujudkannya.

Intinya, tetap mencoba.🙌

Selamat berjuang~

Diposkan pada Empowering

One of the important questions you should ask yourself.

“The size of your dreams must always exceed your current capacity to achieve them. If your dreams, do not scare you, they’re not big enough -Ellen Johnson Sirleaf.

Aku pernah bertanya pada teman-temanku di kampus tentang cita-cita mereka. Jawaban yang kudapat beragam, mulai dari yang biasa saja sampai yang benar-benar bikin geleng kepala.

Aku bertanya pada teman A, “Apa cita-cita kamu?”

Dia menjawab dengan wajah penuh ragu, “Heh? Cita-cita? Hum, apa ya?”

Tidak ada jawaban. Besoknya, aku bertanya lagi, “Gimana, apa sebenarnya cita-cita kamu?”

“Kenapa sih, kok jadi nanya cita-cita, ya?”

Tidak ada jawaban, lagi. Intinya, dia belum tau cita-citanya sendiri. Tujuan yang mau dia capai.

Aku bertanya pada teman B, “Apa cita-cita kamu?”

“Aku kayanya mau jadi guru, deh,”

Kata “kayanya” menandakan dia yang belum yakin sama cita-citanya sendiri.

Besok, aku bertanya lagi, “Beneran cita-cita kamu mau jadi guru?”

“Hm, setelah kupikir-pikir, kayanya aku mau jadi pekerja bank aja, deh,”

Sungguh plin-plan sekali. Tandanya dia sangat bingung dengan cita-cita hidupnya sendiri, dan kemungkinan dia bahkan tidak tahu apa yang diinginkannya.

“Kenapa kuliah di sini?”

“Disuruh orangtua.”

“Kenapa pilih jurusan ini?”

“Eh, bukannya jurusan ini yang paling banyak peminatnya ya?”

Tukang ngikut.

Banyak banget teman-temanku di kampus sampai sekarang masih tidak tahu cita-citanya apa, tujuan kuliah ngapain. Maksudku, mereka tidak tahu mereka sebenarnya mau jadi seperti apa nantinya.

Menyedihkan.

Aku yakin. Tidak hanya anak muda yang masih belum tahu cita-citanya apa, tapi orang-orang yang sudah dewasa juga banyak yang melakukan banyak hal tapi bukan karena cita-cita.

Mereka cenderung percaya dengan kata-kata, ” toh cita-cita, tidak bisa memberimu makan.”

Cita-cita memang tidak bisa memberi makan, tapi pekerjaan yang didapat dari cita-cita itu sendiri yang akan memberimu uang, sehingga kamu bisa beli makan. 😎

“Kenapa jadi guru? Emang cita-cita dari dulu mau jadi guru, ya?”

“Bukan sih, tapi mau aja. Dulu mau manager kantoran, tapi terlalu tidak mungkin, makanya jadi guru.”

Menyedihkan. Belum berusaha sudah bilang tidak mungkin.

Untuk menuju jalan A, tidak mesti harus dari lorong A. Tapi juga bisa dari lorong B, C, D, dst agar bisa sampai di lorong A.

Artinya apa? Untuk menggapai sebuah cita-cita yang sudah ditetapkan, tidak mesti harus meninggalkan pekerjaan yang sedang dilakukan sekarang. Tapi bisa dengan melakukan pekerjaan lain, yang penting selalu berusaha agar cita-cita yang menjadi tujuan hidup itu terpenuhi.

Kerja sebagai pegawai kantoran. It’s oke! Tapi selalu cari cara dan jalan, bagaimana agar cita-cita menjadi petualang terpenuhi. Bukannya malah memutuskan untuk resign dari pekerjaan dan duduk di rumah untuk berpikir. Boleh-boleh saja, kalau memang ada penghasilan lain. Tapi, semuanya ya, disesuaikan keadaan.

Mantap.

Jika ada yang bilang bahwa, “aku tidak punya cita-cita, sukses kok.”

Kuyakin orang yang sukses adalah orang yang punya cita-cita, meski cita-citanya berawal dari target-target kecil.

Sukses itu perjuangan, bukan kebetulan.

Yang penting adalah, mereka pasti punya cita-cita, mereka pasti punya target dalam hidup.

Masih bingung apa cita-cita hidupmu?

Solusinya :

1. Sekarang pergi ke suatu tempat yang agak tenang (jangan ke pesta mantan).

2. Duduk dengan nyaman.

3. Tarik napas pelan-pelan selama 5 menit.

4. Pikirkan, apa cita-citamu? apa tujuan yang sangat ingin kamu capai dalam hidup? kamu sebenarnya mau jadi apa sih? Apa impian kamu?

5. Pikirkan semua hingga beberapa menit dan selesai.

6. Ambil secarik kertas, dan tuliskan impian-impianmu.

7. Tempelkan dia di tempat yang sering kamu lihat. Agar kamu selalu ingat tujuan hidup yang sangat ingin kamu raih. (Kalau kamu bilang kamu bisa mengingatnya dalam kepala, sebaiknya lupakan itu. Tuliskan saja. Memori otak tidak hanya mengingat tentang cita-citamu, apalagi yang baru kamu sadari. Dia punya puluhan juta hal lain di sana).

8. Tarik napas dengan pelan-pelan lagi, dan putuskan apa yang ingin kamu lakukan selanjutnya.

Putuskan sebuah cita-cita yang membuatmu ngeri saat membayangkannya, karena ketidakmungkinan yang menghantui. Sebuah cita-cita yang cukup menantang dan butuh perjuangan keras dalam mencapainya. Eh. Jangan hanya buat cita-cita tapi gapai mereka sekuat tenaga dengan membuatnya menjadi rencana yang harus terpenuhi.

Eh, tak ada yang tak mungkin, asal berusaha.

Diposkan pada Empowering

Keeping On Track, no Multitasking?

Hola teman-teman. Ini Naf. Selamat jumpa kembali 🙂

WhatsApp Image 2018-07-10 at 22.40.16
by Canva

Malam ini, aku ingin bicara tentang suatu hal yang menurutku sangat penting dan baru terpikir beberapa waktu yang lalu.

Pernah tidak sih kamu selalu bertanya-tanya apa yang sebenarnya sangat ingin kamu lakukan dan berjuang di sana? Apa kamu masih bingung untuk mengetahuinya?

Baca juga : Kegagalan, bagaimana cara menyikapinya?

Iya. Aku pribadi sering begitu. Misalkan, aku seorang blogger. Aku sering bertanya-tanya pada diriku sendiri, sebenarnya apa yang ingin kutulis di blog ini? Konten apa yang lebih cocok untukku gali lebih dalam? Apa yang benar-benar membuatku menjadi seorang ‘Naf’?

Misalkan beberapa hari ini. Dunia Indonesia sedang heboh dengan aplikasi tik-tok yang diblokir pemerintah. Tentang Bowo yang hendak kemana. Tentang Nuraini yang nge-fans sekali pada Iqbal. Dan beberapa minggu lalu, Indonesia heboh tentang Via Vallen yang dilecehkan.

Baca juga : Lelah dengan hidup? lakukan ini.

Nah, aku sempat berpikir, haruskah aku menulis tentang pahitnya vonis atas aplikasi tik-tok? Atau aku harus menulis tentang nasib Bowo yang dipuja di satu kubu dan dihujat di kubu yang lain? kalau memang bloggernya ingin blognya banyak pengunjung, maka menulis tentang konten-konten yang seperti itu sebenarnya akan lumayan membantu. Ada banyak sekali website yang sekarang mulai menulis tentang ‘fakta-fakta Bowo’ atau menulis tentang ‘Nasib tik-tok” dan banyak sekali artikel lain. Bukannya aku sok tidak peduli tentang pengunjung blogku, hanya saja, um, ini agak sulit dijelaskan. Intinya, aku tetap mau.

Jujur, aku galau plus dilema tingkat dewa. Karena aku agak merasa malas untuk menulis tentang itu. Meskipun aku yakin, aku bisa.

Terus, aku sering mengunjungi blognya Bang Jalil (terimakasih atas inpirasinya). Ketika aku ingin mengetahui tentang review musik-musik terbaru, aku bisa datang ke sana. Meskipun blog itu, juga ada membahas tentang opini atau hal-hal lain, tapi memang konten blognya hampir keseluruhan adalah review lagu-lagu. Jadi, kalau misalkan ada orang yang bertanya, ‘eh, aku mau tahu tentang lagu terbaru, tapi mau baca reviewnya dulu.” Jawaban akan mudah dengan ‘ya udah, ke blog Bang Jalil aja.”

Atau kontenya beauty blogger. Sudah jelas bahwa konten mereka selalu berhuKalau pun nanti mereka ada membahas tentang daily live mereka atau kecantikan. Meskipun mereka juga menceritakan tentang dengan aktifitas yang mereka lakukan, tapi itu dalam porsi sedikit. Artinya hampir keseluruhan konten mereka berisi tentang hal-hal seputar kecantikan. Hal itulah membuat blog mereka menjadi lumayan jelas kemana arahnya.

Karena itu, aku seringkali bertanya, apa yang ingin kutulis? Apa yang sangat ingin kutunjukkan pada orang-orang?

Aku sempat berpikir, kenapa aku tidak menulis tentang sesuatu yang lumayan menginspirasi atau empowering?

Kemarin-kemarin, aku masih sangat ingat ketika diriku ingin menulis motivasi misalkan dengan status di twitter atau di facebook. Aku melakukannya beberapa waktu, tapi pasti akan terkecoh dengan hal lain setelah beberapa hari atau beberapa minggu. Aku akan mulai menulis tentang hal-hal yang baper, status lebay nan alay yang hanya ditujukan untuk memperbanyak like dan koment. Karena dari apa yang kulihat, status-status alay seperti itu lebih mudah disukai orang daripada status-status empowering (tidak membicarakn tentang orang nge-share, ini secara umum).

Hal itulah yang membuat langkahku sama sekali tidak konsisten. Dan ujung-ujungnya tanpa hasil sama sekali. Apa yang kudapat setelah menulis tentang status-status lebay seperti itu? Tidak ada! Tidak ada hasil sama sekali dari status-status bego dan nyampah itu. Hasilnya big zero! Yang ada hanya membuang-buang waktu dan buang-buang kuota. Apalagi orang lain, diriku sendiri saja tidak mendapat  hasil apa-apa.

Sangat boleh sekali untuk menulis tentang hal-hal yang romantis seperti Fiersa Besari. Menurutku, dia adalah penulis yang luar biasa. Ini membuat orang-orang yang ingin membaca hal-hal seperti itu, bisa mengunjungi Fiersa. Meski dia juga ada menulis tentang hal-hal lain. Terus, aku juga berpikir misalnya seorang Ilmuwan seperti Ibnu Sina (avicenna). Ibnu Sina adalah ilmuwan yang sangat terkenal dalam bidang kedokteran. Semua orang tahu itu. Walau Ibnu Sina juga belajar tentang keilmuwan-keilmuwan lain, seperti filsafat, fiqh atau hal-hal lain. Dan hal itu, juga berlaku pada Karl Marx yang mengemukakan teori tanpa kelas di masyarakat. Tentu saja, ilmuwan-ilmuwan ini harus belajar tentang banyak ilmu, agar mereka memiliki pengetahuan yang luas dan perspektif yang bagus.

WhatsApp Image 2018-07-10 at 22.48.23
by Canva

Hal itulah, yang harus aku terapkan sekarang. Yaitu mengetahui hal apa yang patut kufokuskan diri kepadanya, walaupun aku harus belajar tentang hal lain. Aku harus berhenti menulis tentang banyak hal dalam satu blog. Aku harus expert dalam suatu bidang agar aku bisa membangun diriku menadi lebih baik.

Hal ini lebih baik daripada aku mencaplok banyak hal tapi tidak ahli dalam hal itu. Aku hanya sok tahu, padahal tak mengerti banyak. Sekarang, aku harus yakin pada jalanku dan berhenti multitasking.

Semangat!

Naf pulang~

Diposkan pada Tak Berkategori

Lelah dengan hidup? Lakukan ini.

Ada saatnya diri merasa lelah atas sesuatu. Ingin membuang jauh-jauh hal itu. Melupakannya dan menyimpannya dalam-dalam.

Atau ada saatnya diri merasa bosan dan juga hilang keyakinan atas sesuatu. Ingin menyerah dan melupakan.

Jika memilih menyerah, maka menyerahlah. Tapi, saat itu diri termasuk ke dalam golongan orang-orang yang putus asa hanya karena satu riak besar yang menghantam. Atau diri termasuk pada orang-orang yang hanya akan menangis ketika miliknya diambil orang lain tanpa berusaha melakukan sesuatu.

Berarti diri terlalu biasa-biasa saja. Terlalu mudah menyerah.
Saat merasa lelah, merasa stress maka, beristirahatlah sejenak. Jangan buang hal itu. Simpan untuk sementara. Tenangkan pikiran. Lakukan sesuatu yang membuat bahagia. Buang-buang waktu untuk sementara demi ketenangan hati. Tonton drama favorit. Pergi wisata ke tempat impian.

Rileks. Lupakan semua lelah itu sebentar. Jangan pikirkan.

Namun jangan terlalu lama dalam mencari ketenangan. Ketenangan itu akan terus menghampiri selama diri tau cara mencarinya. Setelah pikiran lebih rileks, kembali ke rutinitas tadi.

Pelan-pelan saja. Nikmati.
Jangan terlalu memaksa diri, meski hidup memang paksaan. Nikmati saja semua tekanan itu. Semua rasa lelah itu.

Semua akan baik-baik saja. Tetap berusaha. Dunia memang menyakitkan. Lalui saja. Pelan-pelan.

Diposkan pada Empowering, Tak Berkategori

Kegagalan, bagaimana cara menyikapinya?

WhatsApp Image 2018-06-24 at 22.33.26
Edited by Canva

Kegagalan, bagaimana cara menyikapinya?

Ingin membangun cita-cita? Kagum atas kesuksesan orang lain sehingga ingin memulai usaha? Rencana sudah ada, tokoh idola sudah tersedia, browsing tentang cara memulai bisnis hampir tiap hari dilakukan. Tapi, adakah yang terjadi? Apa masalahnya?

Kemarin di kampus, aku bertemu dengan seseorang teman yang curhat padaku seperti ini, “Naf, aku ingin memulai sesuatu. Aku tidak ingin terus-terusan malas dan tak pernah mengerjakan sesuatu. Aku ingin mengetahui apa yang kuinginkan. Aku ingin bangkit. Tapi,,,,”

Aku bertanya padanya, “Tapi apa?”

“Aku tak terbiasa tanpa teman. Aku malu dan canggung jika sendirian. Aku ingin mempunyai teman yang sejalan.”

Aku diam, tak ingin membicarakan banyak hal padanya, karena aku tahu bahwa orang seperti ini tak mudah untuk dimotivasi meskipun mereka sudah ingin mencari motivasi. Masalahnya adalah ketakutan mereka masih mampu menyelimuti keinginan mereka. mererka masih jauh. Sulit untuk dijangkau. Mereka ingin berjalan tapi, takut jika jalan tersebut akan licin. Menurutku, orang-orang seperti itu dinasihati atau dimotivasi dalam satu ketukan secara panjang lebar tak ada pengaruhnya, mereka hanya mendengarkan. Khawatir sebentar, lalu melupakan. Mulut berbusa-busa karena bicara tak mampu banyak mengubah mereka.

“Lalu pertanyaannya, apa yang ingin kamu lakukan?”

Diam diam sambil menggeleng dengan senyuman yang sama sekali tak diperlukan.

“Lalu, apa?”

“Tidak tahu.”

“Kenapa orang sukses bisa menjadi sukses dan orang yang tidak sukses bisa terus tidak sukses?”

Dia menggeleng.

“Orang sukses ingin maju dan ingin sukses karena itu ketika mereka punya motivasi, mereka berusaha. Orang tidak sukses hanya punya motivasi atau tidak punya motivasi sama sekali sehingga mereka terus-menerus di tempat yang sama. Intinya apa?”

Dia berpikir sebentar dan menjawab, “Bergerak.”

Aku meyudahi percakapan itu dengan membiarkannya berpikir tentang makna bergerak yang aku utarakan. Aku sudah pernah membahas untuk keluar dari zona nyaman pada pos minggu lalu. Juga sudah pernah membahas tentang move-on. Hari ini, yang ingin kukatakan hanya tentang “terlalu peduli tentang sesuatu yang tak kan pernah berakhir akan membuat anda terus-menerus pada tempat yang sama. Tempat yang aman untuk mengagumi kesuksesan orang lain. tempat yang indah untuk tidak menghasilkan apa-apa.

Terlalu takut gagal, itu masalahnya.

WhatsApp Image 2018-06-22 at 22.47.23
Edited by Canva

Terlalu banyak berpikir. Berpikir boleh-boleh saja tapi, kelebihan berpikir akan mengakibatkan ketidakseimbangan pikiran dan keputusan. Kegagalan adalah hal biasa yang sangat lumrah terjadi. Tidak ada orang yang ketika lahir langsung bisa menciptakan Facebook, tak ada satupun manusia yang terlahir langsung mengeluarkan motivasi untuk mendirikan kaskus. Semua butuh pengetahuan, usaha dan mencoba.

Thomas edison memperoleh hak paten untuk 1.093 ide yang unik, beberapa diantaranya sejajar dengan bola lampu listrik, fotograf atau gambar bergerak. Pertanyaannya, apakah Thomas mampu mendapat hak paten itu jika dia tidak berusaha keras? Tentu jawabannya adalah tidak.  Maka yang dibutuhkan adalah selalu mencoba. Tak pernah menyerah.

Lagi, lagi, dan lagi.

Maka keluarlah untuk berusaha bahwa hidup memang tak selamanya senyaman kasur. Hidup tak selalu sehangat teh hangat pagi hari. Hidup tak selalu selembut wol. Hidup itu berat jauh sebelum Dilan mengatakannya.

WhatsApp Image 2018-06-22 at 22.41.11
Edited by Canva

Keluar untuk lakukan. Kerjakan dan terima kegagalan. Telan semua rasa sendirian. Jangan peduli pada kehidupan tanpa teman. Hadang semua tantangan. Tak perlu terburu-buru.

Pelan-pelan saja yang penting mau.

 

Diposkan pada Tak Berkategori

Individualis, haruskah?

Menurut wikipedia – in·di·vi·du·a·lis n 1 orang yang tetap mempertahankan kepri-badian dan kebebasan diri; penganut paham individualisme; 2 orang yang mementingkan diri sendiri; orang yang egois.

Katanya silaturrahmi harus selalu terhubung. Selalu terikat. Tak peduli zaman dan waktu. Keadaan dan suasana. Tapi melihat apa yang baru saja kualami kemarin, rasanya kata silaturrahmi sudah tak sesakral itu lagi. Apakah memang seharusnya setiap individu tak perlu peduli pada individu lain karena hanya akan merepotkan saja? Atau memang setiap individu boleh lupa pada individu lain ketika kasta kehidupan telah berbeda?

Saudara. Jadi harus saling silaturrahmi. Meskipun kata ‘saling’ tersebut hanya berlaku pada sebuah pihak. Karena yang tetap menjalin silaturrahmi hanya sebelah bukan dua-duanya. Walau begitu tetap saja sebagai saudara yang baik dan tahu diri harus selalu kunjung-mengunjung untuk melestarikan hubungan yang telah diwariskan sejak zaman dahulu.

Seharusnya ketika ada keluarga yang datang mereka akan menyambutnya dengan wajah senang dan ramah. Yang terjadi malah wajah mereka kaku, tanpa senyum, tak banyak basa-basi. Disuruh duduk pun tidak. Disuruh buka toples kue pun tidak. Begitu pula minum, tak disuruh. Akhirnya lakukan saja semua sendiri tanpa disuruh. Toh, sudah banyak adat begitu, tak lagi bersikap ‘tamu seperti raja’.

Pointnya adalah, orang-orang yang aku datangi kemarin mulai tak suka ketika ada tamu yang datang. Banyak yang tak suka ketika saudara datang. Entah karena takut keluar THR untuk lebaran atau karena hal lain.

Sekalipun hal itu tidak hanya terjadi saat lebaran seperti hari ini. Hampir semua sudut yang dijumpai saat ini aku melihat orang yang tak lagi merasa susah ketika tidak membina hubungan keluarga agar lebih dekat lagi.
Bisa karena mereka sudah kaya, sudah sukses, sudah punya pacar, atau sudah pintar. Ada yang tak lagi merasa butuh untuk menjalin hubungan pertemanan karena hubungan melalui sosial media sudah cukup. Followers instagram banyak. Followers twitter segudang. Yang nontonin tiktok juga tak usah dihitung. Merasa sudah cukup dengan manusia-manusia fana dari sosial media itu, jadi tak berkeinginan lagi untuk menjalin hubungan pertemanan, membangun hubungan persaudaraan. Aku tidak ingin mengatakan bahwa sosial media tidak penting. Bisa saja banyak kehidupan cinta dan saudara berawal dari sana. Tapi akan lebih baiknya bagiku untuk menyeimbangkan kepedulianku pasa dunia nyata dan sosial media.

Mereka lupa kalau hidup tak bisa sendirian. Saling terikat. Saling tergantung.

Saudara hanya sebatas kata-kata. Teman hanya sebatas kata-kata juga. Ada yang sudah benar-benar tak peduli pada hidup orang lain. tak peduli karena berbagai alasan. Padahal apapun alasannya, sejahat apapun dia, maka silaturrahmi adalah ketulusan.

Aku yakin, benci-membenci tak akan menyelesaikan masalah. Saling bersikap tidak membutuhkan tak akan menyenangkan semua orang. Malah membuat hati tak damai karena tak banyak kebahagian yang terpancar. Kemana-mana penuh dengan ‘hubungan sebatas status’.

Aku kadang juga merasa lelah dengan orang-orang yang katanya saudara ini, tapi ketemu di jalan, tidak kenal. Disenyumin. Diabaikan. Ya sudah. Yang penting aku masih ingin menjaga hubungan itu. Hubungan yang tak jelas lagi itu.

Menjadi begitu individual, kadang juga tak ada baik-baiknya. Menjadi begitu ramah sekali, juga kadang merepotkan. Aku hanya menyeimbangkan saja. Jika harus saling tengok-menengok, maka kutengok. Jika harus saling berpaling. Lupakan.

Diposkan pada Tak Berkategori

Ramadhan hampir usai, iyakah?

WhatsApp Image 2018-06-11 at 10.29.14
Edited by Canva.com

Ramadhan hampir usai, iyakah?

Tentu saja iya! Ini sudah puasa ke-27.

Tak terasa waktu sudah berjalan begitu lama. Ramadhan telah tiba di penghujung. Hari raya sebentar lagi tapi, yang paling penting saat ini adalah apakah ramadhan kali ini sudah banyak mengubah diri? Atau ramadhan kali ini sudah banyak menyadarkan hati? Ataukah tidak sama sekali?

Salahkah memuji?

Ramadhan datang untuk membersihkan jiwa TETAPI hanya untuk orang-orang yang mau melakukannya. Mereka yang mau membersihkan diri, mensucikan diri dan beribadah tanpa henti.

Masalah yang saat ini datang adalah, karena diri masih banyak dosa yang selalu bertambah setiap harinya yaitu :

  1. Rasa kurang menghargai ramadhan

Kenapa bisa dibilang kurang menghargai? Karena pada dasarnya seseorang yang menghargai sesuatu akan memperlakukan hal tersebut dengan baik. Takkan membiarkan hal itu tergelatak tak berguna. Namun, yang banyak terjadi ketika bulan paling istimewa ini datang, banyak yang lupa kalau dia istimewa karena tertutupi oleh kenikmatan dunia yang seolah tak ada duanya. Ketika itu terjadi banyak yang tak lagi memperlakukan tamu ‘ramadhan’ ini dengan baik. Ini ibaratnya, ada orang datang ke rumah tapi karena pemilik rumah tidak suka, dia malah menyuruh orang ini untuk tidur di ruang tamu, padahal tamu itu adalah presiden yang sedang menyamar (who knows).

  1. Rasa lebih butuh dunia dari akhirat

Banyak yang berjuang untuk keperluan dunia sampai hati lelah, badan tak berdaya. Demi baju lebaran, demi sepatu baru, demi penampilan yang cetar membahana, demi dilirik gebetan, atau demi mendapat promosi di kantor. Tak apa melalaikan akhirat, toh sekarang sedang hidup di dunia, berarti harus benar-benar berjuang untuk dunia.

Masalahnya adalah, seseorang yang berjuang untuk dunia hanya akan memperoleh sesuatu yang fana. Sesuatu yang tak bisa menjamin dia akan bahagia nanti di akhirat atau tidak.

Karena rasa cinta pada dunia itulah yang membuat diri susah untuk mengangap ramadhan lebih penting dari gebetan jenis apapun.

  1. Rasa masih hidup lebih lama lagi

Ini menjadi perasaan paling bermasalah karena jika berpikir umur masih panjang pasti akan menikmati waktu untuk sesuatu yang ‘menyenangkan’ lebih lama. Perasaan ini yang menggiring ke dua hal di atas. Perasaan ini yang membuat diri menjadi tabu. Perasaan bahwa mati masih sangat lama. Perasaan gak mungkin mati, ‘kan belum menikah, ‘kan belum punya rumah, ‘kan belum punya pacar, ‘kan belum, bla bla bla.

Padahal kematian tak menunggu ‘kan’. Kematian memang telah ditetapkan tak peduli saat itu masih perawan atau masih bujang, tak peduli sudah punya rumah atau masih tinggal di kontrakan, tak peduli masih jomblo atau sudah punya gebetan. Mati tak menunggu. Dia tak mau diikat dalam waktu yang tak jelas tak seperti penikmat LDR.

Mati akan tetap datang. Tanpa diduga. Tak disangka. Tanpa pamit.

Banyak orang sehat di sini yang meninggal padahal masih sehat sekali. Padahal baru sejam tadi ngobrol sambil bercanda dengan teman-temannya. Mereka meninggal terlalu cepat padahal umur masih muda. Ya memang begitu. Tak ada yang tahu.

Seharusnya, ramadhan kali ini bisa menjadi waktu paling sakral untuk muhasabah diri. Waktu untuk mengenal diri, waktu untuk mengenang dosa yang semakin hari semakin menggunung. Sangan sedih saat mendapati kenyataan ramadhan telah lewat tapi, diri masih saja seperti yang lalu-lalu. Masih sibuk dengan dunia dan tetek-bengeknya. Masih saja menjadi diri yang tak berubah lebih baik sedikitpun.

 

Duh, ramadhan 😦

Pantaskah diri mengharap akan bertemu lagi denganmu di depan dan berjanji akan mengubah diri nanti?

 

Diposkan pada Tak Berkategori

Salahkah Memuji?

WhatsApp Image 2018-05-27 at 23.09.48
Edit by Canva

Kayanya, pikiran orang-orang ketika mereka memuji sesuatu atau seseorang adalah karena mereka kagum dan ingin seperti orang tersebut (meski ada sebagian orang yang berusaha untuk seperti itu dan ada juga yang hanya ‘ingin’ tapi tidak menggapainya).

Di sini, aku gak berniat untuk mengatakan bahwasanya gak boleh muji orang, no! Aku hanya bermaksud untuk berbagi tentang pengalamanku karena sering memuji orang lain baik secara langsung atau secara tidak langsung (benih-benih gosip :)). Ini bukan kisah tentang bagaimana pujian itu membawa kebahagian, tapi bagaimana pada akhirnya pujian itu mematahkan semua ekspektasi yang ada.

Kisah kecewa penuh penyadaran.

Beberapa waktu yang lalu sebelum beberapa minggu ini, aku adalah orang yang sangat suka memuji orang lain. biasanya yang kupuji bukan hal-hal seperti ‘uh, kamu cantik, ya,” atau ‘uh, baju kamu bagus,’ atau semacamnya. Tapi yang kupuji biasanya adalah kebaikan mereka, kepandaian mereka dalam menyelasaikan sesuatu atau keramahtamahan mereka ataupun karena cara mereka membangun hubungan yang tidak merendahkan satu pihak.

Keluar dari zona nyaman

Nah, problemnya aku berulang kali melakukan hal yang sama dan mengulang-ngulangnya pada banyak orang. Memang layaknya seperti fans aku selalu mengatakan kekagumanku tentang orang itu. Yang menjadi intinya adalah, setelah semua pujia-pujian yang kuberikan. Aku malah menghadapi kenyataan yang sama sekali tak menyenagkan.

Kenyataan yang membuatku menelaah diri lagi.

Karena biasanya berselang beberapa waktu setelah aku memuji-muji itu. Aku menghadapi orang yang pernah kupuji akan berbeda dari pandangangku sebelumnya. Bisa jadi karena pujianku tak seseuai realita atau bisa karena aku malah menyadari bahwa apa yang kupuji hanya bertahan sebentar. Setelah itu pujian-pujian itu luntur dan tak membuat cukup bukti.

Intinya lagi adalah jangan terlalu sering memuji karena menurutku ketika aku memuji, aku sudah melayangkan harapan pada orang tersebut. Namun harapan itu malah memperburuk keadaan ketika yang kulihat di kenyataan tidak sesuai.

Aku harus mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku harus memuji seperlunya aja tak usahlah mengangung-agungakan sampai bagaimana.